Sejarah PP.Darul Hikmah

Oleh Abu Qoyyimah

Ihwal Nama

Pesantren Darul Hikmah adalah nama lain dari Pesantren Syia’rullah atau Syafi’iatul Athfal atau Pesantren Bantar suling yang berganti nama mulai tahun 1999. Perubahan nama dari Syi’arullah atau penyebaran agama Allahmenjadi Darul Hikmah (house of wisdom) memiliki beberapa alasan antara lain keinginan pimpinan pesantren untuk menjadikan pesantren yang maju dan modern yang menyebarkan kebijaksaanaan (hikmah). 1

Lokasi dan Sejarah Berdiri

Pesantren Darul Hikmah berlokasi di kampung Bantarsuling2 ,Desa Sukaasih, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, berdiri pada tahun 1969. Letaknya persis bersebelahan dengan pusat pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya.

Pesantren Darul Hikmah yang sekarang berdiri berawal dari pengajian malam yang diselenggarakan oleh K.H. Khoridjul Bahri (alm.), selepas mengajar dari sekolah. Rasa keterpanggilan untuk mengamalkan Ilmu yang telah didalaminya selama belasan tahun dan kepedulian untuk membina umat menjadikan pengajian ini tetap bertahan dan terus dilanjutkan oleh para generasinya. Dukungan dari masyarakat sekitar pun tidak kurang baik secara moril maupun materil.

Melihat banyaknya santri yang mengaji di rumah maupun di masjid Pak Haji, –demikian masyarakat biasa memanggilnya–, masyarakat pun turut serta membantu

membantu memberikan pengajaran. Sepanjang pengetahuan penulis masyarkat yang ikut membantu pengajaran adalah K.H. Dimyati (alm.), lazim dikenal Abah Yati ( semoga Allah membalas segala kebajikannya dan mengampuni segala dosanya) dan Ajengan Undang. Abah Yati membantu pengajaran Nahwu Syorof (Gramatika Bahasa Arab), sementara Ajengan Undang membantu pengajaran Qiro’at (ilmu membaca Al Qur’an). Pada tahun 1995, Abah Yati melepaskan kegiatan kepesantrenan sehubungan kondisinya yang kian sepuh. Sementara Ajengan Undang melepaskan kegiatan pesantren pada akhir tahun 90-an, mengingat para putra K.H . Khoridjul Bahri beranjak dewasa dan sudah dianggap cakap menggantikannya.

Kegiatan kepesantrenan selanjutnya dibantu oleh santri-santri senior yang dianggap layak mengajar. Tercatat misanlnya Ajengan Omay Komarudin, Ajengan Zenal, Ajengan Ana, Ustadz Hasan (alm.), Ustadz Abdul Qodir, Ustadz Abdul Halim yang pernah membantu kegiatan pengajaran di pesantren. Semua alumni pesantren di atas masing-masing sudah mempunyai santrinya sendiri-sendiri.

Semenjak ditinggalkan oleh Almarhum pada tahun 2003, kegaitan kepesantrenan (pengajian kitab, majlis taklim, pesantren kilat, dll.) sepenuhnya diasuh oleh putra-putra almarhum, yakni: Ustadz Muhammad Baits Nurdin (Kang Dadang), K.H. Ade Yuyu Sopyudin M.S.I. dan Ustadz Asep Jamiluddin S.Ag.

Awal Perintisan

Pada awal berdirinya pesantren mempunyai santri tetap sebanyak 5 orang; sementara, santri kalong berjumlah 80-an. Makin hari jumlah santri tetap bertambah, namun pada waktu yang sama santri kalong semakin berkurang, jumlah santri kalong sampai tulisan ini di buat tidak lebih dari 40-an. Penambahan santri tetap ini melihat semakin bertambahnya kepercayaan terhadap pesantren ini. Sementara, berkurangnya jumlah santri kalong lebih merupakan akibat dari maraknya kegiatan pengajian yang diselenggarak di daerah sekitar pesantren, yang sebagian besarnya diasuh oleh alumni pesantren.

Penambahan santri tetap semakin terasa setalah Almarhum Almaghfurlah melepaskan kegaitan mengajarnya di dari sekolah formal, mengajukan pension muda pada tahun 1985. Sampai Konsekuensi bertambahnya santri ini mendorong penambahan sarana dan prasarana.

Periode pembangunan

Tahun 1990-an adalah periode rehabilitasi dan pembangunan sarana dan prasarana. Pada tahun 1993, rehabilitasi dilakukan dilakukan pada pondok putri (sekarang bersebelahn dengan rumah Kang Dadang). Pondok yang awalnya terdiri dari 1 lantai ini di rehabiliatsi menjadi 2 lantai.( Pada tahun 2007-an pondok ini direhabiliatsi lagi dengan lantai permanen.) Selanjutnya pada tahun 1994, pondok putra yang tadinya berada samping timur Masjid dibongkar dan dipindahkan ke sebelah selatan. Sekarang telah berdiri dengan permanen pondok untuk santri putra ini. Pada tahun 1996 dibangun penambahan saran belajar untuk santri diniyah. Pada tahun 1998 pentas tempat imtihanan direhabilitasi beramaan dengan pondok putra di atas kolam. Rehabilitasi pun dilakukan pada saran MCK.

Pada tahun 2005 mesjid di rehabilitasi, dan tahun 2006 pondok majlis ta’lim samping selatan rumah almarhum dibangun dengan wakaf dari keluarga Abah Yati.

Darul Hikmah hari ini

Sekarang Pesantren oleh semua putra almarhum: Ustadz Muhammad Ba’its Nurdin, K.H. Ade Yuyu Sopyudin M.S.I, dan Asep Jamiludin S.Ag. Jumlah santri tetap sampai tulisan ini dibuat kurang lebih 100 orang, sementara santri kalong berjumlah 40an. Jumlah total kurang lebih 300 orang (setalah ditambah dengan santri diniyyah 160 orang).

Kegiatan kepeantrenan menjadi lebih beragam disbanding dengan awal-awal beridirinya. Selain pengajian kitab, kegiatan kepesantrenan ditambah dengan menyelenggarakan pesantren kilat, program paket B, olah raga dan seni, majlis ta’lim, forum komunikiasi alumni dan yasinan tiap malam jum”at. Kegiatan-kegiatan ini diselenggarakan secara regular, masing-masing tiap harian, tiap mingguan, tiap bulanan, dan tiap tahunan.

Siapa sosok K.H. Khoridjul Bahri (alm.)?

KH. Khorijul Bahri

KH. Khorijul Bahri

K.H. Khoridjul Bahri dilharikan di Tasikmalaya pada tahun 1940, tepatnya pada tanggal ……. Beliau adalah anak terakhir dari 6 saudara, buah dari pernikhan K.H. Hodlori dan Hj. ……. K.H. Khodlori memmpunyai nasab sampai raja Mataram (sampai hari ini belem dilacak turunan yang keberapa), menikah dengan Hj. Tati Hayati dan dikaruniai 5 orang putra dan putri.

1 Iis Syarofah Menikah dengan Drs. H. Harun Harosid, M.Pd
2 Dra. Hj. Dedeh Haedaroh Menikah dengan Drs. H. Sajidin, S.S., M.Pd
3 Dadang Ba’its Nurdin Menikah dengan Titim Fatimah
4 Drs. Ade Yuyu Sopyudin, M.S.I Menikah dengan Apoh Ridha S.Ag
5 Asep Jamaludin, S.Ag Menikah dengan Aah Nafilah

Pendidikan keagamaan ditempuh sejak masa kanak-kanak sampai dewasa (usia 30-an). Beberapa pesantren yang pernah menjadi tempat beliau menimba ilmu adalah pesantren Cikiray, Pesantren Cipasung, Pesantren Cintawana, dan Pesantren Kudang, Garut. Sedangkan pendidikan formalnya ditempuh sampai tingkat lanjutan atas (PGA 6 tahun). Beliau pernah menjabat ketua MUI desa sukaasih, dan anggota Jama’ah Nahdlatul ‘ulama Anak Cabang Singaparna, Tasikmalaya.

Secara umum almarhum memiliki karakter yang bersahaja dan dekat dengan para santrinya. Ada kalnya Almarhum ikut lomba yang diselenggarakannya. Suatu ketika almarhum pernah mengajak makan bersama dengan para santrinya, mencari ikan dikolamnya dan mengajaknya makan bersama. Rasa rendah hatinya sering ditunjukkan dengan menamai dirinya Mang Oid (singkatan dari Khoridjul Bahri). Beliau mengembangkan sikap tasamuh (toleran) terhadap berbagai aliran Islam, di antara santrinya ada yang memegang paham Persis, Muhammadiyah, Hizbut Tahrir, dan NU.

Diantara kegemaran beliau adalah menonton sepak bola. Sikap moderat ini buah dari latar nelakang pendidikan yang relative beragam. Wallahu’alam.

Bandung, 14 Oktober 2009

1 DarulHikmah juga mengingatkan kita pada nama perpustakaan megah pada Zaman ke emasan Islam abad ke-10, di Baghdad, Irak periode Al Ma’mun.

2 Bantar berarti pertemuan dua aliran sungai, sementara suling nama alat music tiup yang menghasilkan siulan. Bantarsuling tempat dimana pesantren ini berada terletak diantara dua aliran sungai, yakni sungai Cimerah dan sungai Ciwulan. Pertemuan dua aliran sungai ini menghasilkan bunyi mirip siulan seruling. Kini sungai Cimerah itu tinggal kenangan .

Satu Tanggapan

  1. Nuhun jang suf ! manawai kapayun urang tambahan deui.

Tinggalkan komentar